Bencana alam banjir hingga saat ini masih merupakan salah satu masalah besar dikalangan masyarakat dan pemerintah Indonesia. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang diambil antara Januari hingga Oktober 2019, jumlah kejadian banjir merupakan peringkat ke-3 setelah puting beliung dan tanah longsor dengan angka sebanyak 550 kejadian yang diantaranya korban jiwa 289 meninggal dan hilang, 1.052 luka-luka, 599.548 menderita dan mengungsi. Selain itu, jumlah kerusakan akibat bencana alam banjir pada rentan waktu di atas mencapai 652 yang mana 57 adalah fasilitas kesehatan, 364 fasilitas pendidikan dan 231 fasilitas pribadi. Mirisnya, masyarakat dan pemerintah masih saja saling tuding siapa yang salah dan bertanggungjawab atas bencana alam banjir ini. Dimana masyarakat menganggap bahwa pemerintah kurang serius dalam menanggapi kasus banjir dan penanganannya, serta mudahnya ijin mendirikan bangunan baru di lahan hijau dan tidak berfungsinya drainase dengan baik. Dipihak lain, pemerintah menganggap bahwa kurangnya kesadaran masyarakat membuang sampah ditempat yang benar, membangun pemukiman di bantaran kali, serta etika masyarakat yang terbiasa dengan kebiasaan joroklah yang menyebabkan seringnya terjadi banjir. Sudah saatnya saling menyalahkan itu dihentikan dan sama-sama mencari jalan keluar untuk mengatasi masalah banjir, apalagi dewasa ini kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sudah semakin canggih dan perkembangannya bukan lagi dalam hitungan tahun, bulan atau hari melainkan sudah dalam hitungan jam. Setiap saat informasi dapat diakses dengan berbagai media yang berperan baik untuk personal ataupun organisasi, misalnya dengan internet.
Internet adalah sebuah jaringan yang menghubungkan antara komputer satu dengan yang lain menggunakan standar sistem global Transmission Control Protocol/ Internet Protocol Suite (TCP/IP) sebagai protokol pertukaran paket (packet switching comunnication protocol) untuk melayani miliaran pengguna di seluruh dunia. Dengan adanya internet, informasi dapat diakses kapan saja dan dimana saja cukup dengan hitungan detik. Bahkan bukan hanya komputer, smartphone yang digunakan sehari-hari oleh hampir seluruh manusia di dunia sudah menggunakan internet. Salah satu teknologi yang menggunakan internet dan sedang berkembang pesat adalah Internet of Things (IoT) yang merupakan sebuah konsep dimana objek tertentu punya kemampuan untuk mentransfer data melalui jaringan tanpa memerlukan adanya interaksi dari manusia ke manusia ataupun dari manusia ke perangkat komputer. Dengan demikian, kita dapat membuat sebuah aplikasi Sistem Pendeteksi Banjir Berbasis IoT yang fungsinya memberikan informasi secepat mungkin saat terjadi bencana banjir dan diharapkan dengan adanya sistem ini dapat mengurangi kerugian dan mengurangi korban jiwa saat terjadi banjir.
Gambar 2 merupakan hasil perancangan perangkat keras Prototype Sistem Pendeteksi Banjir Berbasis IoT yang bekerja secara otomatis dan menggunakan Arduino UNO sebagai mikrokontroler tempat pengolah data yang diterima dari sensor PING dan juga sensor pendeteksi debit air atau waterflow. Pada implementasi sistem, selain dari mikrokontroler, sensor PING dan sensor waterflow juga ditambahkan pipa PVC sebagai tempat menyimpan mikrokontroler dan sensor, cable tie sebagai pengikat dan selang elastis yang dihubungkan ke sensor waterflow sebagai jalur masuk dan keluar air. Tambahan lain adalah baskom tempat menampung air saat melakukan pengujian. ?Aplikasi Web yang berfungsi untuk menampilkan hasil pembacaan dan pendeteksi saat air meluap dapat bekerja seperti harapan penulis seperti gambar 3
Setelah melakukan pengujian keseluruhan aplikasi Prototype Sistem Pendeteksi Banjir Berbasis IoT yang mana dihubungkan antara perangkat keras, API dan perangkat lunak, didapatkan hasil ?Mikrokontroler yang dihubungkan dengan sensor ultrasonik dan waterflow sensor dapat bekerja dengan baik untuk menangkap data. Aplikasi pembaca serial monitor dan API dapat bekerja sesuai keinginan untuk menampilkan data dari mikrokontroler dan mengirimkannya menuju server.